MALINAU – Senin (11/8) Anggota Komisi 2, DPR RI melakukan kegiatan marathon di Kabupaten Malinau. Sosialisasi Program Unggulan bersama ATR/BPN, penyerahan PIP dan Sosialisasi Pengawasan Pemilu dengan Bawaslu Provinsi Kalimantan Utara.
Kegiatan pertama Sosialisasi Program Unggulan ATR/BPN. Kegiatan ini juga dihadiri Bupati Malinau Wempi W Mawa. Para peserta terdiri warga dua Kabupaten. Nunukan dan Malinau.
Banyak persoalan agraria didiskusikan di forum ini. Salah satunya yang disampaikan Bupati Wempi. Orang nomor satu di Malinau itu, mengawali dengan menyampaikan persoalan lahan antara warga dengan perusahaan pemilik HTI.
“Malinau terdapat 11 suku asli yang mendiami 3 juta hektar lebih lahan. Dari luasan itu tanah yang dimiliki adat hanya 8%. Ada sekitar 200 hektar lebih masuk dalam konsesi perusahaan pemilik izin HTI,” jelas Wempi.
Oleh karena itu Wempi mengapresiasi Deddy Sitorus yang dapat menggelar sosialisasi bersama mitra kerja Komisi 2 ATR/BPN.
“Dari sosialisasi ini kita dapat mengidentifikasi banyak persoalan agraria. Kami berharap Deddy Sitorus bisa membawanya ke forum rapat kerja dengan Menteri ATR/BPN,” tambah Wempi.
Mendengar keluhan Wempi, Deddy Sitorus lantas mengaminkan. Ia bahkan secara lantang menuding konflik agraria di daerah dipicu sendiri oleh pemerintah pusat.
Deddy Sitorus yang juga berpengalaman mendampingi persoalan agraria saat menjadi aktivis itu, secara singkat menjelaskan.
“Dulu, pemerintah berfikir jika memberikan izin konsesi jutaan hektar ke daerah baik kebun Kelapa Sawit, Tambang dan HTI rakyat setempat sejahtera. Padahal mereka tidak tahu, diatas izin itu sudah ada masyarakat yang menetap. Dan mereka harus tersisihkan,” ungkap politisi PDI Perjuangan ini dengan nada tinggi.
Deddy Sitorus melanjutkan. Lantas pemerintah membuat program Plasma. Namun sayang, Ia menilai program ini tidak ada yang jalan. Masyarakat disekitar perkebunan tetap saja miskin.
“Bahkan tidak sedikit tanah rakyat dirampas untuk dijadikan perkebunan,” paparnya.
Yang mencuat dalam diskusi ini juga keberadaan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Satgas ini melakukan identifikasi dan penyitaan tanah yang masuk kawasan hutan.
Deddy Sitorus menggambarkan, Satgas ini bagaikan hantu. “Di Kabudaya, Kabupaten Nunukan banyak terjadi. Malam-malam disaat warga pemilik lahan tidur, Satgas ini memasang pelang pengumuman, bahwa tanahnya masuk kawasan hutan. Yang masalahnya lagi, setelah tanah itu dikembalikan ke Kementerian Kehutanan, lantas diserahkan ke BUMN untuk dikelola. Ini kan buat masalah baru di masyarakat,” ujar Deddy geram.
Untuk itu, Deddy Sitorus berharap ATR/BPN dapat berpihak kepada rakyat. Ia berharap BPN berani menolak izin yang dikeluarkan pemerintah pusat jika sudah ada masyarakat yang mendiami tanah tersebut.
“Saya minta BPN berpihak kepada rakyat. Harus berani tegas. Kalau sudah ada rakyat disitu tolak izinnya,” pungkasnya. (*)
Discussion about this post