TARAKAN – Direktur PDAM Tarakan, Iwan, menegaskan bahwa penyesuaian tarif air yang berlaku di Kota Tarakan telah mengikuti aturan yang ditetapkan pemerintah pusat maupun daerah. Hal ini disampaikan untuk meluruskan sejumlah informasi yang dinilai keliru terkait kebijakan tarif dan abodemen.
Menurut Iwan, dasar hukum tarif PDAM telah diatur melalui Permendagri Nomor 21 Tahun 2020, yang mewajibkan pemerintah daerah menetapkan tarif batas atas dan batas bawah setiap tahun. Di Kalimantan Utara, Gubernur telah menetapkan tarif untuk lima kabupaten/kota, termasuk Tarakan.
Hal tersebut dipaparkan Direktur PDAM Iwan Setiawan dalam agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor DPRD Tarakan, bersama Anggota DPRD Komisi I dan II yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua I DPRD Tarakan, Herman Hamid serta beberapa perwakilan masyarakat.
“Tarif batas atas untuk Tarakan ditetapkan sebesar Rp16.752 per meter kubik, sedangkan tarif batas bawah Rp8.835. Namun, sampai saat ini PDAM Tarakan masih memiliki tarif di angka Rp1.400 hingga Rp2.900. Artinya, masih jauh di bawah ketentuan tersebut,” jelas Iwan, Selasa (23/9/2025).
Ia menambahkan, PDAM Tarakan sebelumnya pernah bergantung pada APBD dengan anggaran lebih dari Rp300 miliar. Namun sejak diberlakukannya Perda Nomor 11 Tahun 2019, manajemen diberi keleluasaan untuk mengatur tarif dan sumber penerimaan lain.
“Perda ini memberi kewenangan kepada direksi untuk menyesuaikan tarif 5 sampai 15 persen. Itu kebijakan penting meski tidak populis, karena jika tarif tidak disesuaikan, PDAM akan kesulitan mandiri,” ujarnya.
Iwan juga menekankan pentingnya membedakan antara tarif air dan abodemen. Abodemen, katanya, adalah biaya pemasangan jaringan dan pemeliharaan meteran, sedangkan tarif air adalah harga yang dibayar pelanggan per meter kubik air yang digunakan.
“Kalau kita mengikuti keputusan gubernur, beban masyarakat akan sangat berat karena dihitung per meter kubik. Karena itu wali kota meminta jangan menaikkan tarif, tetapi diambil melalui abodemen agar lebih ringan bagi pelanggan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa kebijakan ini justru untuk menjaga keberlangsungan PDAM agar tidak lagi sepenuhnya bergantung pada APBD. “Semua BUMD, termasuk PDAM, memang diarahkan untuk mandiri. Kami hanya menjalankan regulasi yang ada,” pungkasnya
Discussion about this post