JAKARTA – Rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk merahasiakan sejumlah data pribadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), termasuk dokumen ijazah, menuai kritik dari DPR. Anggota Komisi II DPR Fraksi PDI Perjuangan, Deddy Sitorus, menegaskan pihaknya tidak sepakat dengan kebijakan tersebut.
Menurut Deddy, masyarakat berhak mengetahui dan mendapatkan akses atas data pribadi capres-cawapres, terlebih karena mereka mencalonkan diri sebagai pejabat publik. Keterbukaan informasi dinilai penting agar pemilih tidak merasa dirugikan maupun tertipu.
“Saya enggak sependapat karena untuk pejabat publik seharusnya semua terbuka dong. Bisa diakses publik itu kan bentuk dari hak warga negara, enggak membeli kucing dalam karung. Harusnya semua pejabat publik terbuka,” kata Deddy, Senin (14/9/2025).
Politikus PDIP itu menambahkan, pengecualian hanya berlaku untuk harta kekayaan yang sudah diatur dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Namun untuk dokumen akademik seperti ijazah, menurutnya seharusnya dapat diakses publik sebagai bagian dari transparansi.
“Kalau ijazah dan segala macam itu seharusnya dokumen publik kalau dia menjabat posisi pejabat publik,” ujarnya.
Ketua DPP PDIP ini menegaskan, keputusan maju sebagai capres maupun cawapres memiliki konsekuensi besar. Salah satunya, seluruh aspek pribadi yang relevan dengan jabatan publik harus terbuka kepada masyarakat.
“Enggak bisa dong (data pribadi dirahasiakan). Begitu dia jadi pejabat publik enggak ada privasi lagi. Dia dipilih publik, kades (kepala desa) aja kita harus ada,” tambahnya.
Sebelumnya, KPU menyatakan sejumlah data pribadi capres-cawapres, termasuk ijazah, tidak akan dipublikasikan secara luas pada Pemilu mendatang. KPU beralasan langkah itu dilakukan untuk melindungi privasi calon. Namun, kebijakan tersebut masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat maupun DPR.
Discussion about this post